back to list

Profile

Profile

Profile

Kevin Aluwi

Kevin Aluwi

Kevin Aluwi

CEO Gojek

CEO Gojek

CEO Gojek

Kevin Aluwi salah satu tokoh penting dalam bisnis Gojek. Ia ikut merintis perusahaan dari bawah. Kevin mengaku tak percaya work-life balance, sebab membangun hal besar membutuhkan pengorbanan.

Lulusan University of Southern California, Marshall School of Business, itu menjabat sebagai Co-CEO Gojek pada Oktober 2019 usai Presiden Joko Widodo menunjuk Nadiem Makarim—yang juga pendiri Gojek—menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Lalu, saat Gojek dan Tokopedia mengumumkan aksi merger—dengan membentuk entitas raksasa GoTo—Kevin menjadi CEO Gojek.

Namun, ceritanya tidak sesingkat itu. Sebelum memutuskan untuk menumbuhkan perusahaan yang khas dengan kombinasi warna hijau-hitam tersebut bersama Nadiem dan Michaelangelo Moran, dia telah menjajal habitat kerja di Merah Putih Inc. dan Zalora Indonesia. Karenanya, pengalaman mengenal lanskap industri teknologi ikut meluruskan jalannya untuk turut berperan menggalang dana bagi Gojek pada 2014 serta meluncurkan aplikasinya pada Januari 2015. 

“Saya dari awal suka sekali ide Gojek, karena saya juga sering naik ojek pangkalan. Saat masih kerja di Zalora, kantor saya di Bidakara dan saya tinggal di daerah Kuningan, maka saya sering naik ojek. Saya hampir setiap hari pakai ojek langganan, jadi saya yakin bahwa transportasi yang paling efisien di Jakarta itu ojek,” ujar pria kelahiran 1986 tersebut.

Di Gojek, jabatan perdananya chief financial officer (CFO) atau direktur keuangan. Pos yang seharusnya tidak asing karena dia menyimpan latar belakang pendidikan finansial saat berkuliah di Amerika Serikat. Namun, bukan berarti dia hanya mengurusi keuangan korporasi. Sebagai jajaran pendiri, dia juga berandil melakukan perekrutan hingga membentuk tim data science dan business intelligence. Dia pun mulai menegakkan budaya data hingga melekat pada bisnis perseroan.

“Salah satu pencapaian terbesar saya di Gojek ialah membangun sistem alokasi dan insentif bagi mitra driver kami dengan tim engineering sekitar 7 tahun lalu. Sebelumnya, kami hanya memiliki sistem insentif untuk layanan transportasi, kemudian dikembangkan ke layanan lainnya seperti GoSend dan GoShop,” katanya. “This allocation system is the first in the world—pada saat itu tidak ada perusahaan teknologi lain yang bisa melakukan beberapa jenis layanan tapi dikerjakan oleh mitra driver yang sama.”

Roma tidak dibangun dalam semalam. Begitu pun Gojek. Upaya membesarkannya pun lekat dengan masa-masa sulit. Menurutnya, merintis usaha akan selalu terasa seperti menumpang roller coaster. Pria penyuka gim dan kripto itu masih ingat momen terendah di Gojek pada akhir 2015 kala perusahaan sempat hampir kekurangan dana. Situasi menjadi kian sulit karena sekitar 200 karyawan bergantung di sana. 

Setelah lolos dari lubang jarum itu, Gojek pada tahun sama ekspansi ke segmen bisnis pengantaran makanan atau Go-Food. Itu langkah penting, dan keputusan tentangnya berbasis atas pemanfaatan data. Lalu, pada 2016, Gojek merambah layanan transportasi mobil atau GoCar. 

Yang terjadi selanjutnya kemudian dicatat sejarah. Gojek saat ini bukan saja mengurusi pengangkutan, seperti yang terjadi pada awal pendiriannya. Ia menjadi on-demand platform yang telah beroperasi di tiga negara, yaitu Indonesia, Singapura, dan Vietnam. Per kuartal ketiga tahun lalu, aplikasi Gojek telah diunduh oleh lebih dari 221 juta pengguna, didukung oleh 2 juta mitra driver di Asia Tenggara, dan 1 juta mitra usaha GoFood di kawasan sama dengan 99 persen merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Kevin Aluwi salah satu tokoh penting dalam bisnis Gojek. Ia ikut merintis perusahaan dari bawah. Kevin mengaku tak percaya work-life balance, sebab membangun hal besar membutuhkan pengorbanan.

Lulusan University of Southern California, Marshall School of Business, itu menjabat sebagai Co-CEO Gojek pada Oktober 2019 usai Presiden Joko Widodo menunjuk Nadiem Makarim—yang juga pendiri Gojek—menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Lalu, saat Gojek dan Tokopedia mengumumkan aksi merger—dengan membentuk entitas raksasa GoTo—Kevin menjadi CEO Gojek.

Namun, ceritanya tidak sesingkat itu. Sebelum memutuskan untuk menumbuhkan perusahaan yang khas dengan kombinasi warna hijau-hitam tersebut bersama Nadiem dan Michaelangelo Moran, dia telah menjajal habitat kerja di Merah Putih Inc. dan Zalora Indonesia. Karenanya, pengalaman mengenal lanskap industri teknologi ikut meluruskan jalannya untuk turut berperan menggalang dana bagi Gojek pada 2014 serta meluncurkan aplikasinya pada Januari 2015. 

“Saya dari awal suka sekali ide Gojek, karena saya juga sering naik ojek pangkalan. Saat masih kerja di Zalora, kantor saya di Bidakara dan saya tinggal di daerah Kuningan, maka saya sering naik ojek. Saya hampir setiap hari pakai ojek langganan, jadi saya yakin bahwa transportasi yang paling efisien di Jakarta itu ojek,” ujar pria kelahiran 1986 tersebut.

Di Gojek, jabatan perdananya chief financial officer (CFO) atau direktur keuangan. Pos yang seharusnya tidak asing karena dia menyimpan latar belakang pendidikan finansial saat berkuliah di Amerika Serikat. Namun, bukan berarti dia hanya mengurusi keuangan korporasi. Sebagai jajaran pendiri, dia juga berandil melakukan perekrutan hingga membentuk tim data science dan business intelligence. Dia pun mulai menegakkan budaya data hingga melekat pada bisnis perseroan.

“Salah satu pencapaian terbesar saya di Gojek ialah membangun sistem alokasi dan insentif bagi mitra driver kami dengan tim engineering sekitar 7 tahun lalu. Sebelumnya, kami hanya memiliki sistem insentif untuk layanan transportasi, kemudian dikembangkan ke layanan lainnya seperti GoSend dan GoShop,” katanya. “This allocation system is the first in the world—pada saat itu tidak ada perusahaan teknologi lain yang bisa melakukan beberapa jenis layanan tapi dikerjakan oleh mitra driver yang sama.”

Roma tidak dibangun dalam semalam. Begitu pun Gojek. Upaya membesarkannya pun lekat dengan masa-masa sulit. Menurutnya, merintis usaha akan selalu terasa seperti menumpang roller coaster. Pria penyuka gim dan kripto itu masih ingat momen terendah di Gojek pada akhir 2015 kala perusahaan sempat hampir kekurangan dana. Situasi menjadi kian sulit karena sekitar 200 karyawan bergantung di sana. 

Setelah lolos dari lubang jarum itu, Gojek pada tahun sama ekspansi ke segmen bisnis pengantaran makanan atau Go-Food. Itu langkah penting, dan keputusan tentangnya berbasis atas pemanfaatan data. Lalu, pada 2016, Gojek merambah layanan transportasi mobil atau GoCar. 

Yang terjadi selanjutnya kemudian dicatat sejarah. Gojek saat ini bukan saja mengurusi pengangkutan, seperti yang terjadi pada awal pendiriannya. Ia menjadi on-demand platform yang telah beroperasi di tiga negara, yaitu Indonesia, Singapura, dan Vietnam. Per kuartal ketiga tahun lalu, aplikasi Gojek telah diunduh oleh lebih dari 221 juta pengguna, didukung oleh 2 juta mitra driver di Asia Tenggara, dan 1 juta mitra usaha GoFood di kawasan sama dengan 99 persen merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Kevin Aluwi salah satu tokoh penting dalam bisnis Gojek. Ia ikut merintis perusahaan dari bawah. Kevin mengaku tak percaya work-life balance, sebab membangun hal besar membutuhkan pengorbanan.

Lulusan University of Southern California, Marshall School of Business, itu menjabat sebagai Co-CEO Gojek pada Oktober 2019 usai Presiden Joko Widodo menunjuk Nadiem Makarim—yang juga pendiri Gojek—menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Lalu, saat Gojek dan Tokopedia mengumumkan aksi merger—dengan membentuk entitas raksasa GoTo—Kevin menjadi CEO Gojek.

Namun, ceritanya tidak sesingkat itu. Sebelum memutuskan untuk menumbuhkan perusahaan yang khas dengan kombinasi warna hijau-hitam tersebut bersama Nadiem dan Michaelangelo Moran, dia telah menjajal habitat kerja di Merah Putih Inc. dan Zalora Indonesia. Karenanya, pengalaman mengenal lanskap industri teknologi ikut meluruskan jalannya untuk turut berperan menggalang dana bagi Gojek pada 2014 serta meluncurkan aplikasinya pada Januari 2015. 

“Saya dari awal suka sekali ide Gojek, karena saya juga sering naik ojek pangkalan. Saat masih kerja di Zalora, kantor saya di Bidakara dan saya tinggal di daerah Kuningan, maka saya sering naik ojek. Saya hampir setiap hari pakai ojek langganan, jadi saya yakin bahwa transportasi yang paling efisien di Jakarta itu ojek,” ujar pria kelahiran 1986 tersebut.

Di Gojek, jabatan perdananya chief financial officer (CFO) atau direktur keuangan. Pos yang seharusnya tidak asing karena dia menyimpan latar belakang pendidikan finansial saat berkuliah di Amerika Serikat. Namun, bukan berarti dia hanya mengurusi keuangan korporasi. Sebagai jajaran pendiri, dia juga berandil melakukan perekrutan hingga membentuk tim data science dan business intelligence. Dia pun mulai menegakkan budaya data hingga melekat pada bisnis perseroan.

“Salah satu pencapaian terbesar saya di Gojek ialah membangun sistem alokasi dan insentif bagi mitra driver kami dengan tim engineering sekitar 7 tahun lalu. Sebelumnya, kami hanya memiliki sistem insentif untuk layanan transportasi, kemudian dikembangkan ke layanan lainnya seperti GoSend dan GoShop,” katanya. “This allocation system is the first in the world—pada saat itu tidak ada perusahaan teknologi lain yang bisa melakukan beberapa jenis layanan tapi dikerjakan oleh mitra driver yang sama.”

Roma tidak dibangun dalam semalam. Begitu pun Gojek. Upaya membesarkannya pun lekat dengan masa-masa sulit. Menurutnya, merintis usaha akan selalu terasa seperti menumpang roller coaster. Pria penyuka gim dan kripto itu masih ingat momen terendah di Gojek pada akhir 2015 kala perusahaan sempat hampir kekurangan dana. Situasi menjadi kian sulit karena sekitar 200 karyawan bergantung di sana. 

Setelah lolos dari lubang jarum itu, Gojek pada tahun sama ekspansi ke segmen bisnis pengantaran makanan atau Go-Food. Itu langkah penting, dan keputusan tentangnya berbasis atas pemanfaatan data. Lalu, pada 2016, Gojek merambah layanan transportasi mobil atau GoCar. 

Yang terjadi selanjutnya kemudian dicatat sejarah. Gojek saat ini bukan saja mengurusi pengangkutan, seperti yang terjadi pada awal pendiriannya. Ia menjadi on-demand platform yang telah beroperasi di tiga negara, yaitu Indonesia, Singapura, dan Vietnam. Per kuartal ketiga tahun lalu, aplikasi Gojek telah diunduh oleh lebih dari 221 juta pengguna, didukung oleh 2 juta mitra driver di Asia Tenggara, dan 1 juta mitra usaha GoFood di kawasan sama dengan 99 persen merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Quick Fact

Quick Fact

Quick Fact

Kevin Aluwi

Kevin Aluwi

Education:

Education:

Bachelor Corporate Finance, Entrepreneurship, International Relations, University of Southern California, Marshall School of Business.

Bachelor Corporate Finance, Entrepreneurship, International Relations, University of Southern California, Marshall School of Business.

Quotes:

Quotes:

"If you think about all the best companies in the world, you think about their products. Setiap perusahaan yang Anda kagumi, pasti karena produknya benar-benar bermanfaat bagi hidup Anda dan mereka membuatnya dengan baik."

"If you think about all the best companies in the world, you think about their products. Setiap perusahaan yang Anda kagumi, pasti karena produknya benar-benar bermanfaat bagi hidup Anda dan mereka membuatnya dengan baik."