back to list
Profile
Profile
Profile
Maya Watono
Maya Watono
Maya Watono
Direktur Pemasaran InJourney
Direktur Pemasaran InJourney
Direktur Pemasaran InJourney



Perempuan itu agaknya menjadi magnet bagi tantangan. Dia diminta ayahnya memimpin agensi periklanan baru dengan berbekal lima pegawai dan satu klien waktu usianya masih 24 pada 2006. Lalu, 13 tahun kemudian pada Januari 2019, dia menduduki pos country CEO agensi periklanan multinasional dalam usia 37.
Barusan saja pada 14 Januari, dia menerima pinangan Kementerian BUMN untuk menjadi direktur pemasaran PT Aviasi Pariwisata Indonesia atau InJourney.
Saat menerima permintaan sang ayah, Adji Watono, pendiri salah satu perusahaan iklan terbesar di Indonesia, Dwi Sapta Group, untuk membangun MainAd dari nol 16 tahun lalu, perempuan itu tidak begitu memahami dunia yang bakal dimasukinya. Meski ayahnya termasuk figur menonjol dalam jagat periklanan Tanah Air, tapi perempuan tersebut ketika itu nihil latar belakang periklanan. Ditambah lagi, dia telah menetap di Australia selama 10 tahun, dan saat kuliah justru terlatih pada jurusan Psikologi dan Pemasaran.
Begitu pun saat dentsu, salah satu perusahaan periklanan terbesar dunia yang berkantor pusat di London, memintanya untuk menjadi country CEO untuk dentsu Indonesia. “Waktu itu posisi tersebut kosong, dan sedang mencari kandidat. Setelah ada original team datang dan saya ngobrol, satu bulan kemudian saya ditawari untuk ambil alih. Persyaratan untuk (menjadi bos) perusahaan multinasional berbeda. Tidak main-main,” ujar Maya Watono, 39, perempuan yang sedang kita bicarakan ini, kepada Fortune Indonesia (20/1).
Sebagai konteks, DwiSapta Group melakukan merger dengan Dentsu Aegis Network pada 25 Januari 2017, dan Maya merupakan CEO DwiSapta pada Januari 2017 hingga akhir Desember 2018 saat mengambil tawaran sebagai pengambil kebijakan tertinggi di dentsu Indonesia. Merger tersebut menjadi yang terakbar dalam sejarah periklanan di Indonesia.
DwiSapta rupanya menjadi kawah penggemblengan yang manjur bagi anak sulung Adji itu. Sekadar mundur sedikit, setelah berhasil membesarkan MainAd, dia menjawab tantangan untuk mengurus DSP Media, sayap media DwiSapta. Selama di sana, dia secara telaten membenahi sistem dan alur kerja sehingga dapat mengalir lebih efektif.
Maka berbekal pengalaman mengelola MainAd dan DSP Media, tantangan untuk menjadi nakhoda dentsu Indonesia pun seolah-olah menjadi hal alami saja baginya. Padahal, dalam urusan skala, dentsu memiliki 1.000 karyawan yang sebagian besar berusia di bawah 35.
Perempuan itu agaknya menjadi magnet bagi tantangan. Dia diminta ayahnya memimpin agensi periklanan baru dengan berbekal lima pegawai dan satu klien waktu usianya masih 24 pada 2006. Lalu, 13 tahun kemudian pada Januari 2019, dia menduduki pos country CEO agensi periklanan multinasional dalam usia 37.
Barusan saja pada 14 Januari, dia menerima pinangan Kementerian BUMN untuk menjadi direktur pemasaran PT Aviasi Pariwisata Indonesia atau InJourney.
Saat menerima permintaan sang ayah, Adji Watono, pendiri salah satu perusahaan iklan terbesar di Indonesia, Dwi Sapta Group, untuk membangun MainAd dari nol 16 tahun lalu, perempuan itu tidak begitu memahami dunia yang bakal dimasukinya. Meski ayahnya termasuk figur menonjol dalam jagat periklanan Tanah Air, tapi perempuan tersebut ketika itu nihil latar belakang periklanan. Ditambah lagi, dia telah menetap di Australia selama 10 tahun, dan saat kuliah justru terlatih pada jurusan Psikologi dan Pemasaran.
Begitu pun saat dentsu, salah satu perusahaan periklanan terbesar dunia yang berkantor pusat di London, memintanya untuk menjadi country CEO untuk dentsu Indonesia. “Waktu itu posisi tersebut kosong, dan sedang mencari kandidat. Setelah ada original team datang dan saya ngobrol, satu bulan kemudian saya ditawari untuk ambil alih. Persyaratan untuk (menjadi bos) perusahaan multinasional berbeda. Tidak main-main,” ujar Maya Watono, 39, perempuan yang sedang kita bicarakan ini, kepada Fortune Indonesia (20/1).
Sebagai konteks, DwiSapta Group melakukan merger dengan Dentsu Aegis Network pada 25 Januari 2017, dan Maya merupakan CEO DwiSapta pada Januari 2017 hingga akhir Desember 2018 saat mengambil tawaran sebagai pengambil kebijakan tertinggi di dentsu Indonesia. Merger tersebut menjadi yang terakbar dalam sejarah periklanan di Indonesia.
DwiSapta rupanya menjadi kawah penggemblengan yang manjur bagi anak sulung Adji itu. Sekadar mundur sedikit, setelah berhasil membesarkan MainAd, dia menjawab tantangan untuk mengurus DSP Media, sayap media DwiSapta. Selama di sana, dia secara telaten membenahi sistem dan alur kerja sehingga dapat mengalir lebih efektif.
Maka berbekal pengalaman mengelola MainAd dan DSP Media, tantangan untuk menjadi nakhoda dentsu Indonesia pun seolah-olah menjadi hal alami saja baginya. Padahal, dalam urusan skala, dentsu memiliki 1.000 karyawan yang sebagian besar berusia di bawah 35.
Perempuan itu agaknya menjadi magnet bagi tantangan. Dia diminta ayahnya memimpin agensi periklanan baru dengan berbekal lima pegawai dan satu klien waktu usianya masih 24 pada 2006. Lalu, 13 tahun kemudian pada Januari 2019, dia menduduki pos country CEO agensi periklanan multinasional dalam usia 37.
Barusan saja pada 14 Januari, dia menerima pinangan Kementerian BUMN untuk menjadi direktur pemasaran PT Aviasi Pariwisata Indonesia atau InJourney.
Saat menerima permintaan sang ayah, Adji Watono, pendiri salah satu perusahaan iklan terbesar di Indonesia, Dwi Sapta Group, untuk membangun MainAd dari nol 16 tahun lalu, perempuan itu tidak begitu memahami dunia yang bakal dimasukinya. Meski ayahnya termasuk figur menonjol dalam jagat periklanan Tanah Air, tapi perempuan tersebut ketika itu nihil latar belakang periklanan. Ditambah lagi, dia telah menetap di Australia selama 10 tahun, dan saat kuliah justru terlatih pada jurusan Psikologi dan Pemasaran.
Begitu pun saat dentsu, salah satu perusahaan periklanan terbesar dunia yang berkantor pusat di London, memintanya untuk menjadi country CEO untuk dentsu Indonesia. “Waktu itu posisi tersebut kosong, dan sedang mencari kandidat. Setelah ada original team datang dan saya ngobrol, satu bulan kemudian saya ditawari untuk ambil alih. Persyaratan untuk (menjadi bos) perusahaan multinasional berbeda. Tidak main-main,” ujar Maya Watono, 39, perempuan yang sedang kita bicarakan ini, kepada Fortune Indonesia (20/1).
Sebagai konteks, DwiSapta Group melakukan merger dengan Dentsu Aegis Network pada 25 Januari 2017, dan Maya merupakan CEO DwiSapta pada Januari 2017 hingga akhir Desember 2018 saat mengambil tawaran sebagai pengambil kebijakan tertinggi di dentsu Indonesia. Merger tersebut menjadi yang terakbar dalam sejarah periklanan di Indonesia.
DwiSapta rupanya menjadi kawah penggemblengan yang manjur bagi anak sulung Adji itu. Sekadar mundur sedikit, setelah berhasil membesarkan MainAd, dia menjawab tantangan untuk mengurus DSP Media, sayap media DwiSapta. Selama di sana, dia secara telaten membenahi sistem dan alur kerja sehingga dapat mengalir lebih efektif.
Maka berbekal pengalaman mengelola MainAd dan DSP Media, tantangan untuk menjadi nakhoda dentsu Indonesia pun seolah-olah menjadi hal alami saja baginya. Padahal, dalam urusan skala, dentsu memiliki 1.000 karyawan yang sebagian besar berusia di bawah 35.
Quick Fact
Quick Fact
Quick Fact
Maya Watono
Maya Watono
Education:
Education:
-
-
Quotes:
Quotes:
-
-
© 2025 IDN. All Rights Reserved.
© 2025 IDN. All Rights Reserved.
© 2025 IDN. All Rights Reserved.