back to list
back to list
Profile
Profile
Profile
Budiarto Halim
Budiarto Halim
Budiarto Halim
Presiden Direktur PT Erajaya Tbk
Presiden Direktur PT Erajaya Tbk
Presiden Direktur PT Erajaya Tbk



Budiharto Halim merupakan pebisnis ulung nan adaptif. Bayangkan, Erajaya yang kini menguasai pasar gawai di Indonesia awalnya hanya bermula dari sebuah toko berukuran 7x5 meter di kawasan Grogol, Jakarta Barat.
Budiharto membangun Erajaya bersama kakak iparnya, Ardy Hady Wijaya, pada 1992 silam. Erajaya awalnya hanya menjual ponsel merek Motorola, Siemens, dan Sony dari PT Elektrindo Nusantara, tempat Budiarto bekerja. Namun pada 1996–dua tahun sebelum krisis ekonomi 1998–Budiarto memutuskan mendirikan badan hukum PT Erajaya Swasembada dengan menjadi distributor Nokia.
Memang setelah itu Budiarto sempat berkarier di luar Erajaya. Ia pernah memimpin PT Artha Graha Sentral dan juga menjadi Chief Executive Officer (CEO) PT Kia Mobil Indonesia. Tapi, pada 2005, ia kembali berfokus membangun Erajaya.
Bisnis Erajaya tumbuh seiring waktu. Sejak menjadi badan hukum, Erajaya terlihat semakin lihai dalam memperluas bisnisnya. Pada 2011, perusahaan ini mengakuisisi Teletama Artha Mandiri (TAM). Di tahun yang sama, Erajaya juga sukses mencatatkan saham perdananya (IPO) di pasar modal dengan meraup dana Rp920 miliar.
Tahun-tahun berikutnya, Erajaya berhasil menjadi distributor sejumlah merk ponsel, termasuk mengakuisisi jaringan iBox senilai US$18 juta. Erajaya juga mendatangkan brand-brand gaya hidup seperti GoPro, DJI, dan Darmin. Perusahaan ini juga memperluas segmen bisnisnya ke perdagangan perangkat lunak melalui PT Data Tekno Indotama dan membangun gerai kosmetik merk dari Korea Selatan, The Face Shop.
Pandemi Covid-19 justru menjadi berkah tersendiri bagi Erajaya–begitu kata Budiarto saat wawancara dengan Fortune Indonesia–September lalu. Menurutnya, tren bekerja maupun belajar dari rumah membuat permintaan terhadap perangkat seluler meningkat. Itu terlihat dari pendapatan Erajaya pada 2020 lalu yang tumbuh 3,44 persen menjadi Rp34,11 triliun. Laba perusahaan ini juga meningkat 107,41 persen menjadi Rp612 miliar.
Tapi capaian itu tak diraih dengan ongkang-ongkang kaki. Sebab, Erajaya yang memiliki lebih dari seribuan toko ritel di Indonesia juga harus terdampak pembatasan sosial. Menurut Budiarto, sejak Covid-19 mewabah, perusahaan memikirkan sejumlah cara agar bisa tetap berjualan. Selain menggelar promo di e-commerce, Erajaya juga mengerahkan tenaga sales di gerainya untuk melayani pengiriman hingga purna jual langsung ke rumah konsumen.
Pernah melewati krisis 1998 dan 2008, Budiarto menyebut krisis akibat pandemi Covid-19 adalah yang paling menantang bagi usahanya. “Panik juga, tapi bisnis harus jalan. Kami harus menyesuaikan dengan keadaan,” ujarnya.
Toko Erajaya tetap ekspansif. Tak hanya berkutat menjual gawai, Erajaya juga merambah ke bisnis skincare dan kecantikan dengan memboyong merek Korea Selatan, The Face Shop pada Januari 2021. Kemudian, pada pertengahan Oktober 2021, Erajaya Swasembada lewat Erajaya Food & Nourishment (EFN) meneken perjanjian kerjasama joint venture dengan Paris Baguette (PB), sekaligus menjadikan Indonesia sebagai basis ke-empat perusahaan ini di Asia Tenggara.
Budiharto Halim merupakan pebisnis ulung nan adaptif. Bayangkan, Erajaya yang kini menguasai pasar gawai di Indonesia awalnya hanya bermula dari sebuah toko berukuran 7x5 meter di kawasan Grogol, Jakarta Barat.
Budiharto membangun Erajaya bersama kakak iparnya, Ardy Hady Wijaya, pada 1992 silam. Erajaya awalnya hanya menjual ponsel merek Motorola, Siemens, dan Sony dari PT Elektrindo Nusantara, tempat Budiarto bekerja. Namun pada 1996–dua tahun sebelum krisis ekonomi 1998–Budiarto memutuskan mendirikan badan hukum PT Erajaya Swasembada dengan menjadi distributor Nokia.
Memang setelah itu Budiarto sempat berkarier di luar Erajaya. Ia pernah memimpin PT Artha Graha Sentral dan juga menjadi Chief Executive Officer (CEO) PT Kia Mobil Indonesia. Tapi, pada 2005, ia kembali berfokus membangun Erajaya.
Bisnis Erajaya tumbuh seiring waktu. Sejak menjadi badan hukum, Erajaya terlihat semakin lihai dalam memperluas bisnisnya. Pada 2011, perusahaan ini mengakuisisi Teletama Artha Mandiri (TAM). Di tahun yang sama, Erajaya juga sukses mencatatkan saham perdananya (IPO) di pasar modal dengan meraup dana Rp920 miliar.
Tahun-tahun berikutnya, Erajaya berhasil menjadi distributor sejumlah merk ponsel, termasuk mengakuisisi jaringan iBox senilai US$18 juta. Erajaya juga mendatangkan brand-brand gaya hidup seperti GoPro, DJI, dan Darmin. Perusahaan ini juga memperluas segmen bisnisnya ke perdagangan perangkat lunak melalui PT Data Tekno Indotama dan membangun gerai kosmetik merk dari Korea Selatan, The Face Shop.
Pandemi Covid-19 justru menjadi berkah tersendiri bagi Erajaya–begitu kata Budiarto saat wawancara dengan Fortune Indonesia–September lalu. Menurutnya, tren bekerja maupun belajar dari rumah membuat permintaan terhadap perangkat seluler meningkat. Itu terlihat dari pendapatan Erajaya pada 2020 lalu yang tumbuh 3,44 persen menjadi Rp34,11 triliun. Laba perusahaan ini juga meningkat 107,41 persen menjadi Rp612 miliar.
Tapi capaian itu tak diraih dengan ongkang-ongkang kaki. Sebab, Erajaya yang memiliki lebih dari seribuan toko ritel di Indonesia juga harus terdampak pembatasan sosial. Menurut Budiarto, sejak Covid-19 mewabah, perusahaan memikirkan sejumlah cara agar bisa tetap berjualan. Selain menggelar promo di e-commerce, Erajaya juga mengerahkan tenaga sales di gerainya untuk melayani pengiriman hingga purna jual langsung ke rumah konsumen.
Pernah melewati krisis 1998 dan 2008, Budiarto menyebut krisis akibat pandemi Covid-19 adalah yang paling menantang bagi usahanya. “Panik juga, tapi bisnis harus jalan. Kami harus menyesuaikan dengan keadaan,” ujarnya.
Toko Erajaya tetap ekspansif. Tak hanya berkutat menjual gawai, Erajaya juga merambah ke bisnis skincare dan kecantikan dengan memboyong merek Korea Selatan, The Face Shop pada Januari 2021. Kemudian, pada pertengahan Oktober 2021, Erajaya Swasembada lewat Erajaya Food & Nourishment (EFN) meneken perjanjian kerjasama joint venture dengan Paris Baguette (PB), sekaligus menjadikan Indonesia sebagai basis ke-empat perusahaan ini di Asia Tenggara.
Budiharto Halim merupakan pebisnis ulung nan adaptif. Bayangkan, Erajaya yang kini menguasai pasar gawai di Indonesia awalnya hanya bermula dari sebuah toko berukuran 7x5 meter di kawasan Grogol, Jakarta Barat.
Budiharto membangun Erajaya bersama kakak iparnya, Ardy Hady Wijaya, pada 1992 silam. Erajaya awalnya hanya menjual ponsel merek Motorola, Siemens, dan Sony dari PT Elektrindo Nusantara, tempat Budiarto bekerja. Namun pada 1996–dua tahun sebelum krisis ekonomi 1998–Budiarto memutuskan mendirikan badan hukum PT Erajaya Swasembada dengan menjadi distributor Nokia.
Memang setelah itu Budiarto sempat berkarier di luar Erajaya. Ia pernah memimpin PT Artha Graha Sentral dan juga menjadi Chief Executive Officer (CEO) PT Kia Mobil Indonesia. Tapi, pada 2005, ia kembali berfokus membangun Erajaya.
Bisnis Erajaya tumbuh seiring waktu. Sejak menjadi badan hukum, Erajaya terlihat semakin lihai dalam memperluas bisnisnya. Pada 2011, perusahaan ini mengakuisisi Teletama Artha Mandiri (TAM). Di tahun yang sama, Erajaya juga sukses mencatatkan saham perdananya (IPO) di pasar modal dengan meraup dana Rp920 miliar.
Tahun-tahun berikutnya, Erajaya berhasil menjadi distributor sejumlah merk ponsel, termasuk mengakuisisi jaringan iBox senilai US$18 juta. Erajaya juga mendatangkan brand-brand gaya hidup seperti GoPro, DJI, dan Darmin. Perusahaan ini juga memperluas segmen bisnisnya ke perdagangan perangkat lunak melalui PT Data Tekno Indotama dan membangun gerai kosmetik merk dari Korea Selatan, The Face Shop.
Pandemi Covid-19 justru menjadi berkah tersendiri bagi Erajaya–begitu kata Budiarto saat wawancara dengan Fortune Indonesia–September lalu. Menurutnya, tren bekerja maupun belajar dari rumah membuat permintaan terhadap perangkat seluler meningkat. Itu terlihat dari pendapatan Erajaya pada 2020 lalu yang tumbuh 3,44 persen menjadi Rp34,11 triliun. Laba perusahaan ini juga meningkat 107,41 persen menjadi Rp612 miliar.
Tapi capaian itu tak diraih dengan ongkang-ongkang kaki. Sebab, Erajaya yang memiliki lebih dari seribuan toko ritel di Indonesia juga harus terdampak pembatasan sosial. Menurut Budiarto, sejak Covid-19 mewabah, perusahaan memikirkan sejumlah cara agar bisa tetap berjualan. Selain menggelar promo di e-commerce, Erajaya juga mengerahkan tenaga sales di gerainya untuk melayani pengiriman hingga purna jual langsung ke rumah konsumen.
Pernah melewati krisis 1998 dan 2008, Budiarto menyebut krisis akibat pandemi Covid-19 adalah yang paling menantang bagi usahanya. “Panik juga, tapi bisnis harus jalan. Kami harus menyesuaikan dengan keadaan,” ujarnya.
Toko Erajaya tetap ekspansif. Tak hanya berkutat menjual gawai, Erajaya juga merambah ke bisnis skincare dan kecantikan dengan memboyong merek Korea Selatan, The Face Shop pada Januari 2021. Kemudian, pada pertengahan Oktober 2021, Erajaya Swasembada lewat Erajaya Food & Nourishment (EFN) meneken perjanjian kerjasama joint venture dengan Paris Baguette (PB), sekaligus menjadikan Indonesia sebagai basis ke-empat perusahaan ini di Asia Tenggara.
Quick Fact
Quick Fact
Quick Fact
Budiarto Halim
Budiarto Halim
Education:
Education:
Business Administration, San Francisco State University
Business Administration, San Francisco State University
Quotes:
Quotes:
Kami harus detail dalam memprediksi permintaan. Sold out adalah loss opportunity.
Kami harus detail dalam memprediksi permintaan. Sold out adalah loss opportunity.
© 2025 IDN. All Rights Reserved.
© 2025 IDN. All Rights Reserved.
© 2025 IDN. All Rights Reserved.