back to list
back to list
Profile
Profile
Profile
Harry Sanusi
Harry Sanusi
Harry Sanusi
Founder dan Presiden Komisaris Kino Indonesia
Founder dan Presiden Komisaris Kino Indonesia
Founder dan Presiden Komisaris Kino Indonesia



Harry Sanusi tidak pernah membayangkan bisnis yang pada awalnya dia dirikan sebagai perusahaan distribusi pada 1991 akan berkembang seperti sekarang. Jauh sebelum Kino Group dikenal sebagai produsen permen, minuman, dan produk barang konsumsi; pria yang lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, itu hanya bersandar pada satu klien, yakni minuman penyegar Cap Kaki Tiga, dengan modal Rp300 juta pemberian dari ayahnya.
Seiring meledaknya penjualan Kaki Tiga, perusahaan distribusi Harry kecipratan berkah. Skalanya membesar. Masalahnya, itu tidak serta-merta kian memuluskan bisnisnya. Ujung terburuk dari problem itu pun mengemuka: Dutalestari putus hubungan dengan Kaki Tiga. Pelan-pelan, bisnis distribusi itu tumbang. “Waktu bisnis selesai, kami hanya dapat 5 persen dari omzet yang ada. Otomatis tidak bisa survive. Secara de facto, kami bangkrut,” katanya.
Strategi Blue Ocean—memasuki pasar yang belum banyak pesaingnya—membawa hasil cukup signifikan. Perusahaan tidak hanya mengedukasi konsumen tentang produk baru yang ditawarkan, tapi juga membuka ruang bagi para konsumen untuk memiliki lebih banyak pilihan.
Kino pun menjadi kian ekspansif. Pada 1999, PT Kinocare Era Kosmestindo (Perseroan) berdiri dan mulai membuat produk-produk perlengkapan mandi, kosmetik, pemeliharaan dan perawatan tubuh, minuman, serta farmasi. Perusahaan juga mulai mendirikan anak usaha untuk menangani bisnis global dan membuka sejumlah cabang di Malaysia, Filipina, Vietnam, Kamboja, dan India.
Harry Sanusi tidak pernah membayangkan bisnis yang pada awalnya dia dirikan sebagai perusahaan distribusi pada 1991 akan berkembang seperti sekarang. Jauh sebelum Kino Group dikenal sebagai produsen permen, minuman, dan produk barang konsumsi; pria yang lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, itu hanya bersandar pada satu klien, yakni minuman penyegar Cap Kaki Tiga, dengan modal Rp300 juta pemberian dari ayahnya.
Seiring meledaknya penjualan Kaki Tiga, perusahaan distribusi Harry kecipratan berkah. Skalanya membesar. Masalahnya, itu tidak serta-merta kian memuluskan bisnisnya. Ujung terburuk dari problem itu pun mengemuka: Dutalestari putus hubungan dengan Kaki Tiga. Pelan-pelan, bisnis distribusi itu tumbang. “Waktu bisnis selesai, kami hanya dapat 5 persen dari omzet yang ada. Otomatis tidak bisa survive. Secara de facto, kami bangkrut,” katanya.
Strategi Blue Ocean—memasuki pasar yang belum banyak pesaingnya—membawa hasil cukup signifikan. Perusahaan tidak hanya mengedukasi konsumen tentang produk baru yang ditawarkan, tapi juga membuka ruang bagi para konsumen untuk memiliki lebih banyak pilihan.
Kino pun menjadi kian ekspansif. Pada 1999, PT Kinocare Era Kosmestindo (Perseroan) berdiri dan mulai membuat produk-produk perlengkapan mandi, kosmetik, pemeliharaan dan perawatan tubuh, minuman, serta farmasi. Perusahaan juga mulai mendirikan anak usaha untuk menangani bisnis global dan membuka sejumlah cabang di Malaysia, Filipina, Vietnam, Kamboja, dan India.
Harry Sanusi tidak pernah membayangkan bisnis yang pada awalnya dia dirikan sebagai perusahaan distribusi pada 1991 akan berkembang seperti sekarang. Jauh sebelum Kino Group dikenal sebagai produsen permen, minuman, dan produk barang konsumsi; pria yang lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, itu hanya bersandar pada satu klien, yakni minuman penyegar Cap Kaki Tiga, dengan modal Rp300 juta pemberian dari ayahnya.
Seiring meledaknya penjualan Kaki Tiga, perusahaan distribusi Harry kecipratan berkah. Skalanya membesar. Masalahnya, itu tidak serta-merta kian memuluskan bisnisnya. Ujung terburuk dari problem itu pun mengemuka: Dutalestari putus hubungan dengan Kaki Tiga. Pelan-pelan, bisnis distribusi itu tumbang. “Waktu bisnis selesai, kami hanya dapat 5 persen dari omzet yang ada. Otomatis tidak bisa survive. Secara de facto, kami bangkrut,” katanya.
Strategi Blue Ocean—memasuki pasar yang belum banyak pesaingnya—membawa hasil cukup signifikan. Perusahaan tidak hanya mengedukasi konsumen tentang produk baru yang ditawarkan, tapi juga membuka ruang bagi para konsumen untuk memiliki lebih banyak pilihan.
Kino pun menjadi kian ekspansif. Pada 1999, PT Kinocare Era Kosmestindo (Perseroan) berdiri dan mulai membuat produk-produk perlengkapan mandi, kosmetik, pemeliharaan dan perawatan tubuh, minuman, serta farmasi. Perusahaan juga mulai mendirikan anak usaha untuk menangani bisnis global dan membuka sejumlah cabang di Malaysia, Filipina, Vietnam, Kamboja, dan India.
Quick Fact
Quick Fact
Quick Fact
Harry Sanusi
Harry Sanusi
Education:
Education:
-
-
Quotes:
Quotes:
-
-
© 2025 IDN. All Rights Reserved.
© 2025 IDN. All Rights Reserved.
© 2025 IDN. All Rights Reserved.