back to list
back to list
Profile
Profile
Profile
Silmy Karim
Silmy Karim
Silmy Karim
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk



Kemampuan Silmy dalam membenahi perusahaan kembali terbukti di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Pada 2020, dia membawa BUMN produsen baja itu untuk menorehkan laba bersih Rp327,4 miliar. Hanya dalam kurun dua tahun sejak ditunjuk sebagai direktur utama pada 6 September 2018, kondisi keuangan perusahaan yang terus-menerus rugi sejak 2012 itu berbalik. Tengoklah keuntungan semester pertama 2021. Kenaikannya 630 persen dari periode sama tahun sebelumnya menjadi Rp470,6 miliar.
Sungguh tidak mudah menuntun Krakatau Steel tiba ke titik ini. Ketika Silmy baru bergabung, perusahaan bermarkas di Cilegon, Banten, itu seperti raksasa lumpuh. Kesalahan investasi, besarnya beban utang, hingga tingginya ongkos produksi membuatnya kalah dalam persaingan dan nyaris bangkrut. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2015 dan 2016 menggambarkan secara jelas salah satu pangkal dari berbagai masalah tersebut.
Porsi besar utang Krakatau Steel saat itu, menurut auditor negara, berasal dari pabrik peleburan tanur tiup. Hitung-hitungan investasi pengolahan bijih besi (blast furnace) itu membengkak akibat keterlambatan penyelesaian proyek, dari semula US$674 juta menjadi US$682 juta. Kini, proyek yang kontraknya diteken pada November 2011 tersebut mangkrak setelah sempat dioperasikan pada 20 Desember 2018.
Bagaimanapun, menurut Silmy, efisiensi besar-besaran adalah cara terbaik untuk menyelamatkan perusahaan. Sebab, ia sadar meningkatkan volume penjualan nyaris mustahil ketika arus kas perusahaan negatif. Di sisi lain, Krakatau Steel juga harus berhadapan dengan baja impor yang masih membanjiri pasar domestik. Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) mencatat pangsa pasar baja impor dalam negeri hingga tahun lalu masih 52 persen.
“Volume produksi kalau mau ditingkatkan lagi tidak mudah. Dari sisi margin, kalau mau menutup cost, saya harus menjual berkali-kali lipat,” kata Silmy saat ditemui Fortune Indonesia di kantornya (18/10). “Artinya saya harus pangkas cost. Karena harga produk kita tidak bisa bersaing kalau biaya produksinya besar.”
Dia juga menaruh perhatian besar pada utang Krakatau Steel sejak awal menjabat. Menurutnya, kubangan utang sebesar Rp37 triliun di kas perseroan menyebabkan kerugian fundamental jika tidak segera direstrukturisasi. Dalam sebuah kesempatan, ia bahkan pernah menyebut beban bunga yang ditanggung perusahaan naik Rp7 miliar saban hari.
Toh upaya negosiasi dengan para kreditur selesai juga di penghujung Januari 2020. Tidak hanya mengundur pembayaran pokok pinjaman, restrukturisasi utang Krakatau Steel juga menurunkan beban bunga pinjaman secara signifikan dari US$847 juta menjadi US$466 juta
Kemampuan Silmy dalam membenahi perusahaan kembali terbukti di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Pada 2020, dia membawa BUMN produsen baja itu untuk menorehkan laba bersih Rp327,4 miliar. Hanya dalam kurun dua tahun sejak ditunjuk sebagai direktur utama pada 6 September 2018, kondisi keuangan perusahaan yang terus-menerus rugi sejak 2012 itu berbalik. Tengoklah keuntungan semester pertama 2021. Kenaikannya 630 persen dari periode sama tahun sebelumnya menjadi Rp470,6 miliar.
Sungguh tidak mudah menuntun Krakatau Steel tiba ke titik ini. Ketika Silmy baru bergabung, perusahaan bermarkas di Cilegon, Banten, itu seperti raksasa lumpuh. Kesalahan investasi, besarnya beban utang, hingga tingginya ongkos produksi membuatnya kalah dalam persaingan dan nyaris bangkrut. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2015 dan 2016 menggambarkan secara jelas salah satu pangkal dari berbagai masalah tersebut.
Porsi besar utang Krakatau Steel saat itu, menurut auditor negara, berasal dari pabrik peleburan tanur tiup. Hitung-hitungan investasi pengolahan bijih besi (blast furnace) itu membengkak akibat keterlambatan penyelesaian proyek, dari semula US$674 juta menjadi US$682 juta. Kini, proyek yang kontraknya diteken pada November 2011 tersebut mangkrak setelah sempat dioperasikan pada 20 Desember 2018.
Bagaimanapun, menurut Silmy, efisiensi besar-besaran adalah cara terbaik untuk menyelamatkan perusahaan. Sebab, ia sadar meningkatkan volume penjualan nyaris mustahil ketika arus kas perusahaan negatif. Di sisi lain, Krakatau Steel juga harus berhadapan dengan baja impor yang masih membanjiri pasar domestik. Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) mencatat pangsa pasar baja impor dalam negeri hingga tahun lalu masih 52 persen.
“Volume produksi kalau mau ditingkatkan lagi tidak mudah. Dari sisi margin, kalau mau menutup cost, saya harus menjual berkali-kali lipat,” kata Silmy saat ditemui Fortune Indonesia di kantornya (18/10). “Artinya saya harus pangkas cost. Karena harga produk kita tidak bisa bersaing kalau biaya produksinya besar.”
Dia juga menaruh perhatian besar pada utang Krakatau Steel sejak awal menjabat. Menurutnya, kubangan utang sebesar Rp37 triliun di kas perseroan menyebabkan kerugian fundamental jika tidak segera direstrukturisasi. Dalam sebuah kesempatan, ia bahkan pernah menyebut beban bunga yang ditanggung perusahaan naik Rp7 miliar saban hari.
Toh upaya negosiasi dengan para kreditur selesai juga di penghujung Januari 2020. Tidak hanya mengundur pembayaran pokok pinjaman, restrukturisasi utang Krakatau Steel juga menurunkan beban bunga pinjaman secara signifikan dari US$847 juta menjadi US$466 juta
Kemampuan Silmy dalam membenahi perusahaan kembali terbukti di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Pada 2020, dia membawa BUMN produsen baja itu untuk menorehkan laba bersih Rp327,4 miliar. Hanya dalam kurun dua tahun sejak ditunjuk sebagai direktur utama pada 6 September 2018, kondisi keuangan perusahaan yang terus-menerus rugi sejak 2012 itu berbalik. Tengoklah keuntungan semester pertama 2021. Kenaikannya 630 persen dari periode sama tahun sebelumnya menjadi Rp470,6 miliar.
Sungguh tidak mudah menuntun Krakatau Steel tiba ke titik ini. Ketika Silmy baru bergabung, perusahaan bermarkas di Cilegon, Banten, itu seperti raksasa lumpuh. Kesalahan investasi, besarnya beban utang, hingga tingginya ongkos produksi membuatnya kalah dalam persaingan dan nyaris bangkrut. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2015 dan 2016 menggambarkan secara jelas salah satu pangkal dari berbagai masalah tersebut.
Porsi besar utang Krakatau Steel saat itu, menurut auditor negara, berasal dari pabrik peleburan tanur tiup. Hitung-hitungan investasi pengolahan bijih besi (blast furnace) itu membengkak akibat keterlambatan penyelesaian proyek, dari semula US$674 juta menjadi US$682 juta. Kini, proyek yang kontraknya diteken pada November 2011 tersebut mangkrak setelah sempat dioperasikan pada 20 Desember 2018.
Bagaimanapun, menurut Silmy, efisiensi besar-besaran adalah cara terbaik untuk menyelamatkan perusahaan. Sebab, ia sadar meningkatkan volume penjualan nyaris mustahil ketika arus kas perusahaan negatif. Di sisi lain, Krakatau Steel juga harus berhadapan dengan baja impor yang masih membanjiri pasar domestik. Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) mencatat pangsa pasar baja impor dalam negeri hingga tahun lalu masih 52 persen.
“Volume produksi kalau mau ditingkatkan lagi tidak mudah. Dari sisi margin, kalau mau menutup cost, saya harus menjual berkali-kali lipat,” kata Silmy saat ditemui Fortune Indonesia di kantornya (18/10). “Artinya saya harus pangkas cost. Karena harga produk kita tidak bisa bersaing kalau biaya produksinya besar.”
Dia juga menaruh perhatian besar pada utang Krakatau Steel sejak awal menjabat. Menurutnya, kubangan utang sebesar Rp37 triliun di kas perseroan menyebabkan kerugian fundamental jika tidak segera direstrukturisasi. Dalam sebuah kesempatan, ia bahkan pernah menyebut beban bunga yang ditanggung perusahaan naik Rp7 miliar saban hari.
Toh upaya negosiasi dengan para kreditur selesai juga di penghujung Januari 2020. Tidak hanya mengundur pembayaran pokok pinjaman, restrukturisasi utang Krakatau Steel juga menurunkan beban bunga pinjaman secara signifikan dari US$847 juta menjadi US$466 juta
Quick Fact
Quick Fact
Quick Fact
Silmy Karim
Silmy Karim
Education:
Education:
Magister Ekonomi, Universitas Indonesia
Magister Ekonomi, Universitas Indonesia
Quotes:
Quotes:
-
-
© 2025 IDN. All Rights Reserved.
© 2025 IDN. All Rights Reserved.
© 2025 IDN. All Rights Reserved.